Beberapa minggu lalu ketika terlibat obrolan
di kantin CCF bersama teman-teman komikus, salah satu dari mereka
mengeluhkan dan tidak setuju kalau komik dipersepsikan sebagai bacaan
untuk anak-anak saja. Ia pun menambahkan, orang yang bilangkalau komik
itu hanyalah bacaan untuk anak-anak, peri saja ke neraka. bahkan dia
menambahkan, kalau ia tuhan ia akan memerintahkan umat manusia untuk
membaca komik.
Terlepasa dari guyonan tersbut,
pikiran saya kembali terusik dengan pandangan orang dewasa yang (masih)
menganggap komik bacaan untuk anak-anak. Tidak adil rasanyamenjudge seperti
itu. Karena bagaimanapun, komik adalah sebuah media, sama seperti
media-medai lainnya seperti film, musik, drama, ataupun lukisan.
Pendapat bahwa komik (hanya) bacaan untuk anak-anak jelas-jelas salah.
Bukankah banyak komik-komik dengan konten-konten "dewasa". Dan tak
sedikit pula komik yang menampilkan adegan seks atau kekerasan (hal yang
sangat jelas bukan untuk komsumsi anak-anak). Melihat itu, masih mau
bilang kalau komik hanya bacaan untuk anak-anak?
Secara tampilan, sulit dipungkiri bahwa komik disukai anak-anak, karena
pada dasarnya anak-anak lebih menyukai gambar daripada tulisan. Karena
bagi anak-anak, gambar tentu saja menarik. Dalam gambar, mereka bisa
melihat apa yang tidak mereka lihat dan ada di sekitar mereka, hingga
makhluk-makhlu imajiner. Bukan anak-anak saja, bahkan orang dewasa pun
menyukai gambar.
Kelebihan bahasa gambar
inilah yang menjadikan komik punya nilai jual tersendiri dibanding
buku-buku atau bacaan lain yang isinya tulisan melulu. Dan ketertarikan
anak-anak akan bahasa gambar --yang melahirkan stigma bahwa komik bacaan
untuk anak-anak-- bukanlah hal yang perlu diperdebatkan lagi, melainkan
bisa dijadikan peluang.
Peluang,
bagaimanapun, selalu terdapat berbagai kemungkinan di dalamnya: berhasil
atau tidak. Dalam jangka pendek, membuat komik untuk anak-anak adalah
peluang untuk memperkenalkan tokoh atau cerita yang kita miliki.
Sedangkan untuk jangka panjangnya, bila pasar (anak-anak) menyukai
tokoh yang kita buat mereka akan tetap mengingatnya hingga dewasa nanti,
dan tidak menutup kemungkinan merekalah yang menjadi "agen-agen
penerus" yang memperpanjang umur komik kita. Yap, balik lagi, ini
hanyalah sebuha peluang.
Namun bukan hal yang mudah juga membidik pasar anak-anak melalui komik. Boleh dilihat brand-brand besar seperti Doraemon atau Walt Disney. Mereka tidak hanya muncul melalui komik. Ada serial animasi, layar lebar, hingga merchandise, yang
ujung-ujungnya membutuhkan biaya amat besar. Dan tidak semua orang
berani berspekulasi untuk hal itu. Tapi tidak perlu takut. 'Toh kedua
raksasa tersebut tidak serta merta muncul dan menjadi besar. Ada proses
panjang yang telah dilalui.
Jadi dalam kasus barusan, komik tidak berdiri sebagai produk tunggal semata, melainkan terintegrasi dengan product extention-nya.
Dan akhirnya, lebih meluas, komik bukan masalah konten atau "wujud
ragawi" komik itu sendiri, melainkan menjadi sebuah bisnis.
Kembali pada bahasan awal yang menanggapi komik sebagai bacaan untuk
anak-anak. Sebagai bagian dari media, komik harus tetap dipandang secara
proporsional. Artinya, komik adalah media yang bisa dinikmati oleh
siapa saja. Namun sebagai peluang bisnis, tidak ada salahnya menciptakan
segmen pasar sendiri untuk anak-anak. Yang namanya peluang 'kan selalu
ada dua kemungkinan: behasil atau tidak, atau, tidak atau berhasil.
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/ahmad-ikhwanul-muslimin/komik-bukan-cuma-bacaan-anak-anak/10150101553495796
Tidak ada komentar:
Posting Komentar